Tuesday, 22 February 2011

Salah satu Tujuan Nikah

Sebagian orang selaku suami atau isteri tidak pernah punya waktu yang memadai untuk mengoreksi dirinya. Sebagian orang, baik suami atau isteri terlalu sibuk dengan urusan kantor, urusan pasar, urusan di luar dari dirinya. Akibatnya, dia kehilangan cinta dan kasih sayang sebagai fondasi yang kokoh. Karena orang tidak bersungguh-sungguh menjadikan keluarga sebagai basis yang penting untuk suatu ketentraman, cinta dan kasih saying.

Sebagian orang, baik suami atau isteri hanya mengurus keluarga dengan sisa waktu, sisa pikiran, sisa tenaga, sisa perhatian, sisa perasaan, akibatnya seperti bom waktu. Walaupun uang banyak tetapi miskin hatinya. Walaupun kedudukannya tinggi tapi rendah keadaan keluarganya.

Oleh karena itulah, jika kita ingin sukses membangun sebuah keluarga yang indah, sakinah, mawaddah, warohmah, bahagia dan sejahtera mutlak bagi kita untuk sangat serius membangun keluarga sebagai basis. Kita harus jadikan keluarga kita menjadi basis ketentraman jiwa. Bapak pulang kantor begitu lelahnya harus rindu rumahnya menjadi sumber ketenangan. Anak pulang dari sekolah harus merindukan suasana aman di rumah. Isteri demikian juga. Jadikan rumah kita menjadi basis ketentraman, ketenangan, kenyamanan, kasih, sayang sehingga bapak, ibu dan anak sama-sama senang dan betah tinggal di rumah.

Agar rumah kita menjadi sumber ketenangan, maka perlu diupayakan:
1. Jadikan rumah kita sebagai rumah yang selalu dekat dengan Allohu Subhanahu Wa Ta’alaa, dimana di dalamnya penuh dengan aktivitas ibadah; sholat fardhu, sholat sunnah, membaca Al-Qur’an, pengajian Al-Qur’an dan Al-Hadits, dan terus menerus kita gunakan untuk memuliakan agama Alloh Ta'alaa, dengan kekuatan Islam, iman, taqwa dan amal sholih. Maka, ingsyaa Alloh rumah kita tersebut dijamin akan menjadi sumber ketenangan.

2. Seisi rumah kita; Bapak, Ibu, dan anak harus punya kesepakatan untuk mengelola perilakunya, sehingga bisa menahan diri agar anggota keluarga lainnya merasa aman dan tidak terancam tinggal di dalam rumah itu, harus ada kesepakatan di antara anggota keluarga bagaimana caranya agar rumah kita itu tidak sampai menjadi seperti sebuah neraka, melainkan seperti hidup di dalam surga; tidak ada marah, benci, dengki, dendam, jahil, durhaka, berburuk sangka, dll.

3. Rumah kita harus menjadi “rumah ilmu” Bapak, ibu dan anak setelah keluar rumah, lalu pulang membawa ilmu dan pengalaman baru dari luar, masuk kerumah berdiskusi dalam forum keluarga; saling bertukar pengalaman, saling memberi ilmu, saling melengkapi sehingga menjadi sinergi ilmu. Ketika keluar lagi dari rumah terjadi peningkatan keilmuan, wawasan dan cara berpikir akibat masukan yang dikumpulkan dari luar oleh semua anggota keluarga, di dalam rumah diolah, ketika keluar rumah lagi menjadi semakin lengkap.

4. Rumah kita harus menjadi “rumah pembersih diri”. Karena, tidak ada orang yang paling aman mengoreksi diri kita tanpa resiko kecuali anggota keluarga kita sendiri. Kalau kita dikoreksi orang lain di luar rumah kita, maka resikonya adalah boleh jadi malah dipermalukan, aib disebarkan. Tapi kalau dikoreksi oleh isteri, anak dan suami, mereka ini masih ada bertalian darah, mereka akan menjadi pakaian satu sama lain, artinya akan saling menutupi aib. Oleh karena itu, kalau kita ingin terus menjadi orang yang berkualitas, maka rumah kita harus kita sepakati menjadi rumah yang saling membersihkan seluruh anggota keluarga dari kealpaan dan kekhilapan. Keluar banyak kesalahan dan kekurangan, masuk kerumah saling mengoreksi satu sama lain, sehingga keluar dari rumah, kita bisa mengetahui kekurangan kita tanpa harus terluka dan tercoreng oleh orang lain, karena keluarga sendiri yang telah mengoreksinya.

5. Rumah kita harus menjadi sentra kaderisasi, sehingga kita sebagai Bapak-ibu mencari nafkah, ilmu, pengalaman, wawasan untuk memberikan yang terbaik kepada anak-anak kita, sehingga kualitas anak atau orang lain yang berada di rumah kita, baik anak kandung, anak pungut atau orang yang membantu kita di rumah, siapa saja akan meningkatkan kualitasnya. Ketika kita mati, maka kita telah melahirkan generasi penerus yang lebih baik, yaitu generasi yang ‘Alim (berilmu tinggi), berakhlaqul karimah (mempunyai budi pekerti yang luhur/mulia), dan mandiri (tidak menggantungkan kebutuhan hidupnya kepada orang lain. Tenaga, waktu dan pikiran kita, kita pompa untuk melahirkan generasi-generasi yang lebih bermutu tinggi, kelak lahirlah kader-kader pemimpin yang lebih baik; rofiq, muhsin, aris dan adil.

Inilah sebuah rumah tangga yang tanggung jawabnya tidak hanya pada rumah tangganya tapi juga pada generasi penerusnya serta bagi lingkungannya. Walhasil, masing-masing anggota keluarganya menjadi individu yang baik, anggota keluarga yang baik, anggota masyarakat yang baik, menjadi warga negara yang baik, serta menjadi hamba Alloh yang baik. Ini patut kita tiru dan kita syukuri dengan mengucapkan lafadhz “Al-hamdulillaahi Robbil ‘Aalamiin”

No comments:

Post a Comment